Senin, 03 Juni 2019

Guru di Zaman Sekarang

Di jaman sekarang, banyak sekolah hanya menerima guru dengan secarik kertas bertanda S1, dibanding dengan loyalitas kerja atau pengalaman kerja.

Well, bagi saya, saya hanya lulusan D3. Sulit diterima di sekolah mana pun. Padahal saya memiliki pengalaman, dan bagi saya, pengalaman pun suatu proses pembelajaran, dengan cara terjun langsungke lapangan. Hanya saja tidak menghasilkan secarik kertas.

Mungkin ini luput dari sisi "luar sekolah", tidak sedikit pendidik di sekolah elit sekalipun, "berembelkan" sarjana, bahkan dibilang semua pendidik memiliki status sarjana. Sarjana lulusan pendidikan, psikologi atau bebas, punya pengalaman atau belum punya pengalaman, mereka lolos seleksi dan menyandang nama "guru".

Tapi, apakah yang luput?
Sarjana, pintar, atau pun berpendidikan tinggi, bukan jaminan menjadi guru yang "benar".
Bukan berarti saya benar atau Anda salah. Jika saya benar, dan sudah pintar, saya tidak ada di dunia ini, saya sudah berada di surga bersama orang-orang yang benar.

Banyak "selentingan" yang perlu dikoreksi, tetapi karena status "sarjana" tersebut, well, ok lah, "sekolah" maafkan.
Jika diperhatikan, memang "sepele", jika di saat sedang berkumpul, anak-anak berlarian di antara orang dewasa, kemudian teriak "awas!". Bagaimana menurut Anda?
Atau, saat anak bermain mobil-mobilan teriak "awas!".
Apa yang Anda spontan pikirkan?
Tidak sopan..
Ya, bukankah lebih baik "permisi". Walo anak itu terburu-buru dan menabrak orang lain, tetapi dengan kata permisi, apa yang Anda bayangkan?
Kesopanan. Sopan santun.

Hal ini sepele, tetapi luput atau dilupakan dari sisi "luar sekolah". Tidak sedikit pendidik mengatakan "awas" saat sedang mengajar di kelas. Entah itu "awas, ibu mau lewat." atau "awas, jangan duduk di situ." Atau menjadi guru terlalu gengsi untuk mengatakan, "maaf ya, permisi. Ibu mau lewat" kepada anak-anak didiknya. Bagaimana seorang guru akan mengajarkan kesopansantunan kepada anak didiknya jika guru itu sendiri tidak berlaku sopan?

Sepele. Tapi apakah mau dibiarkan?
Guru seharusnya menjadi teladan, bukan jd membanggakan karena memiliki secarik kertas penanda Anda pintar.
Sopan santun dan moral generasi muda mulai luntur. Siapa yang mau disalahkan? Orang tua yang mengandung? Guru. Justru guru yang memiliki tugas dalam mendidik anak di rumah kedua, yaitu sekolah. Kalau orang tua sudah mendidik anaknya dengan benar, alangkah baiknya dilanjutkan di sekolah. Dan jika orang tua gagal dalam mendidik anak di rumah, guru yang bertugas mendidik anak di sekolah. Kalau tidak setuju, ya tidak usah jadi guru....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru, Orang Tua Kedua

Percakapan saya dengan seorang ibu dari dua anak. Beliau pun pernah bekerja di salah satu sekolah. Hanya saja sekarang beliau lebih memilih ...