Rabu, 22 Mei 2019

Sekolah dan Guru

Tidak sedikit sekolah yang mendirikan fasilitas pendidikan berdasarkan "bisnis" ketimbang memajukan pendidikan anak Indonesia. Mereka memasang tarif tinggi setiap tahun ajaran dan atau setiap bayar perbulannya. Tetapi, tahukah mams, uang yang masuk kebanyakan untuk perorangan atau untuk pembangunan dan fasilitas sekolah. Fasilitas atau pengembangan sekolah pun terkadang nampak biasa saja. Guru-guru pun dibayar di bawah UMR. So, kemana uang-uang itu melayang. Who knows mams.

For your information, program yang diberikan oleh sekolah "bergengsi" dengan sekolah "paud", hanya berbeda di bahasa. Ok lah, mereka, sekolah yang memiliki program dari luar Indonesia, menggunakan bahasa asing, dan tentu kelasnya sangat "kinclong". Tetapi, menurut mams, apa yang anak usia dini eksplor? motorik kasar motorik halus, berbahasa dan sosialisasi. Apakah PAUD tidak memberikan hal itu sepenuhnya?

Menurut saya, sekolah-sekolah negeri pemerintah lebih berbasis holistik. Di dalamnya banyak sekali anak dalam berbagai jenis karakter, (dulu) berbagai budaya, sekarang sudah berbasis zona, jadi karakter dan lingkungan bermainnya hanya satu daerah saja. Agama bisa saja berbeda, lebih tinggi rasa toleransi.

Tidak bermaksud mengadili sekolah mana pun. Semua sekolah memberikan program pendidikan yang maksimal, yang hanya saya ingin kritik adalah guru.
Guru menentukan sekolah itu bagus atau tidak. Mengapa begitu?
Guru menentukan prestasi seorang anak. Jika anak berprestasi, bukankah sekolah itu menjadi sekolah favorit?
Hal terkecilnya, jika anak merasa nyaman dengan guru di sekolah tersebut, secara tidak langsung, sekolah itu pun akan menjadi sekolah yang menyenangkan untuk anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru, Orang Tua Kedua

Percakapan saya dengan seorang ibu dari dua anak. Beliau pun pernah bekerja di salah satu sekolah. Hanya saja sekarang beliau lebih memilih ...